Presiden, selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara, menguasakan sebagian kewenangannya kepada Menteri Keuangan sebagai pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara, serta kepada Menteri/Pimpinan Lembaga selaku pengguna anggaran/barang untuk mengelola anggaran dan kekayaan kementerian/lembaga masing-masing.
Kewenangan ini mencakup perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan fiskal, penganggaran, serta pengelolaan penerimaan dan belanja negara.
Kewenangan presiden dalam mengelola keuangan negara diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, seperti Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Kebijakan pemerintah terhadap pengelolaan keuangan negara mengalami perubahan yang sangat besar, baik di lingkungan kementrian / lembaga maupun kepada pemerintah daerah. Mengapa hal tersebut terjadi ?
Pertama, Meningkat Efisiensi dan Transparansi. Perubahan pengelolaan keuangan negara secara ekstrim, bertujuan agar pengelolaan keuangan lebih efisien, mengurangi defisit anggaran, serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana publik, sehingga dapat meminimalkan pemborosan dan penyimpangan.
Selama berpuluh puluh tahun terjadi pemborosan anggaran yang sistemik, massif dan lega ( terbungkus peraturan ) Presiden Prabowo faham betul masalah pengelolaan keuangan negara memang ada yang salah, maka beliau membuat kebijakan yang sangat ekstrim agar uang rakyat dapat bermanfaat betul untuk rakyat.
Kedua, Membangun pondasi keuangan yang kuat. Sistem pengelolaan keuangan negara berbasis digital dan reformasi kebijakan fiskal, pemerintah ingin membangun pondasi keuangan yang kuat untuk Indonesia yang lebih maju.
Ketiga, Mewujudkan Indonesia Maju. Secara keseluruhan, transformasi pengelolaan keuangan adalah langkah nyata untuk mendorong Indonesia menuju status negara maju dengan sistem keuangan yang modern, efisien, dan inklusif.
Ketika kebijakan pengelolaan keuangan negara semakin ketat dan berakibat terhadap dipangkas Dana Transfer Ke Daerah, Maka pemerintah daerah harus melakukan beberapa hal sebagai berikut :
- Pemerintah Daerah harus memahami geopolitik dan geoekonomi global yang memiliki dampak yang besar terhadap moneter dan fiskal di dalam negeri.
- Pemerintah daerah harus berfikir rasional dan strategis terhadap pengelolaan belanja pegawai dan belanja rutin yang selama ini sangat boros. Semua jenis belanja yang bersinggungan dengan ASN atau DPRD harus menyesuaikan dengan kondisi keuangan daerah
- Kegiatan dan belanja yang dianggarkan harus memiliki indikator yang menyejahterakan rakyat. Bagaimana belanja OPD memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan pendapatan rakyat, mengurangi pengangguran dan mampu meningkatkan pelayanan publik secara maksimal.
- Semua jenis belanja OPD harus lebih efisien, menyentuh pada kepentingan prinsip rakyat, dan memang sangat dibutuhkan. Selama ini kegiatan OPD cenderung rutin dan tidak menjawab problematika prinsip di masyarakat
- Kepala daerah harus meminimalisir kegiatan yang mengeksploitasi OPD dan pejabat, agar beban biaya kegiatan yang menggunakan anggaran non budgeter tidak mengganggu keuangan pejabat dan OPD
- Anggaran masih dipahami sebagai proyek, sementara gaji ASN yang diterima setiap bulan untuk bayari kinerja yang mana ! Jika setiap kegiatan ada honor pegawai atau sejenisnya. Disetiap kegiatan yang dipahami sebuah proyek, RKA nya masih di mainkan sana sini sehingga bisa ada sisa setiap kegiatan yang dimanfaatkan oleh ASN sebagai pelaksana
- Memaksimalkan potensi PAD dengan melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi sumber sumber PAD
- Memacu kinerja perusahaan daerah agar pendapatan perusahaan meningkat yang berdampak pada kenaikan deviden perusahaan daerah kepada pemerintah daerah
- Memanfaatkan skema pendanaan alternatif dengan mengeluarkan obligasi daerah atau mengoptimalkan CSR dari perusahaan yang ada di daerah
- Merombak APBD dengan memprioritaskan anggaran yang menyangkut kebutuhan prinsip masyarakat dan peningkatan pelayanan publik
- Pungli dalam pengadaan barang jasa masih sangat besar, hal tersebut dapat kita lihat, Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen, Bendahara, selalu mendapatkan amplop ketika menanda tangani pencairan dan terjun lapangan. Tradisi buruk ini jelas akan mengurangi kualitas pekerjaan dan jelas terjadi pemborosan uang negara
- Hapus semua honor yang tidak ada dasar hukumnya. Semua kegiatan dan belanja wajib memiliki dasar hukum, karena uang rakyat harus dikelola dengan transparan dan akuntable. Jika masih ada belanja yang tidak memiliki dasar hukum, jelas tindakan melawan hukum yang berpotensi korupsi dan bisa dilakukan proses hukum
- Sekda selaku ketua tim anggaran eksekutif harus melakukan asistensi secara serius kepada semua OPD, jangan sampai ada uang yang kinerja dan hasilnya tidak jelas. Sekda yang serius dan berintegritas akan meloloskan anggaran yang memang benar benar memiliki nilai pada masyarakat. Velue for money bisa di wujudkan oleh Sekda yang memiliki integritas, serupiahpun uang yang dibelanjakan harus memberi manfaat bagi rakyat.
- Hapus ploting anggaran per dinas, selama ini pagu anggaran dinas ditetapkan dulu, bukan melihat prioritas dan sejauh mana uang yang dianggarkan mampu menyelesaikan masalah masyarakat dan meningkatkan pelayanan masyarakat.
Berbagai langkah strategis di atas harus dilakukan karena ketergantungan terhadap dana tranfer pusat ke daerah masih sangat besar kisaran 70 - 80 persen .
Lemahnya kapasitas fiskal daerah dan pemotongan dana transfer adalah sebuah realita yang berat, maka seluruh pimpinan daerah dan ASN harus memahami kebijakan ini dengan terus menjalankan tugas dan fungsinya dengan maksimal.
Negeri ini sudah terlalu lama berbasa basi, tipu tipu dan memboroskan uang negara, sehingga KKN menjadi kepribadian yang buruk.
Maka ketika kondisi keuangan negara ada masalah karena faktor geopolitik global maupun lokal, kebijakan efisiensi menjadi harga mati dan tidak bisa ditawar lagi.
Kita semua cinta Indonesia, maka pelan pelan harus belajar berubah untuk Indonesia yang lebih baik di masa depan.
HM. Basori M.Si
Direktur Sekolah Perubahan, Training, Research, and Advocasy
Komentar
Belum ada komentar