Tata kelola pemerintahan pasca orde baru menyisakan kenyataan pahit, sebuah jabatan ibarat seperti Ban Serep. Jabatan tersebut adalah jabatan wakil bupati. Proses politik untuk menjadi seorang wakil bupati sama dengan bupati, bahkan di negeri atas angin wakil bupati harus mengeluarkan dana lebih banyak. Namun setelah jadi wakil bupati hanya menunggu perintah Bupati.

Dalam UU tentang Pemerintah Daerah, memang tidak secara tegas memberikan ruang dan tugas yang jelas kepada wakil bupati. Namun tugas utama wakil bupati adalah membantu bupati dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, memberikan saran dan pertimbangan, memantau serta mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan, dan melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Bupati

Bagaimana seorang Wakil Bupati membantu seorang Bupati, berikut strategi dan langkahnya, agar wakil Bupati tidak kedinginan dan membeku di ruang ber AC karena menunggu tugas dari Bupati : 

  1. Membantu pelaksanaan pemerintahan. Wakil bupati membantu bupati dalam menjalankan pemerintahan daerah, termasuk tugas-tugas teknis sehari-hari. Sebagai wakil Bupati harus aktif menanyakan pada hari ini ada tugas apa. Jika Bupati menyatakan tidak ada tugas, maka wakil bupati bisa melakukan sidak ke lapangan, mengunjungi desa atau kecamatan menanyakan problematika yang ada di masyarakat termasuk mungkin ada usulan pembangunan.
  2. Memberikan saran dan pertimbangan. Memberikan masukan kepada bupati terkait pelaksanaan kebijakan dan kegiatan pemerintahan daerah. Wakil bupati harus aktif dengan menyampaikan gagasan dan pemikiran saat membahas anggaran, pelayanan publik maupun kebijakan strategis lainnya. Selama ini  wakil bupati tidak memiliki kreasi dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Jika Bupati tidak memberi perintah, wabup harus memiliki inisiatif dan aktif menyampaikan gagasan dan pemikirannya berkaitan dengan pelaksanaan pemerintah daerah.
  3. Mengkoordinasikan kegiatan. Wakil Bupati Mengkoordinasikan kegiatan antar perangkat daerah serta menindaklanjuti laporan hasil pengawasan. Seluruh OPD harus memberikan laporan pelaksanaan kegiatan APBD, untuk selanjutnya wakil bupati dan stafnya memberikan rekomendasi atau hasil kajian kepada Bupati. 
  4. Memantau dan mengevaluasi. Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan di tingkat kecamatan, kelurahan, dan/atau desa. Wakil Bupati karena jabatannya di atas sumpah memang harus aktif memantau pelaksanaan pemerintahan sampai desa sebagai bentuk tanggungjawab. Maka tidak ada alasan Wakil Bupati nganggur dan menunggu perintah Bupati terus. Wakil Bupati wajib memiliki dan memahami DPA seluruh OPD untuk pedoman melakukan pengawasan pelaksanaan kegiatan di OPD
  5. Melaksanakan tugas yang didelegasikan. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh bupati, termasuk dalam pengembangan dan pelestarian sosial budaya serta lingkungan hidup. 
  6. Menggantikan bupati. Melaksanakan tugas dan wewenang bupati ketika bupati berhalangan hadir atau tidak berada di tempat. Ada pemahaman yang salah selama ini jika Wakil Bupati itu daun salam, hanya penambah sedap masakan. Wakil Bupati dipakai kalau Bupati tidak bisa melaksanakan tugas. Namun wakil Bupati tetap memiliki tugas walau tidak menggantikan Bupati secara permanen. 
  7. Wakil Bupati secara pribadi memiliki banyak pendukung dan tim sukses, maka ketika tidak ada perintah atau mewakili bupati, wakil bupati bisa turun ke konstituen dan pendukung untuk menggali aspirasi di masyarakat. Semua usulan dan masukan disampaikan kepada OPD terkait untuk ditindaklanjuti 
  8. Sebagai wakil bupati otomatis menjadi tumpuan pengaduan masyarakat, maka pastikan setiap permohonan bantuan berkaitan pelayanan masyarakat harus di selesaikan 

Ketika Wakil Bupati Melaporkan Bupati kepada Aparat Penegak Hukum

Bupati dan Wakil Bupati dalam struktur organisasi pemerintah daerah adalah satu kotak dan satu kode rekening anggaran. Artinya Bupati dan wakil Bupati adalah dwi tunggal. Sinergisitas Bupati dan wakil Bupati harus dilakukan agar pemerintah daerah kondusif.

Sebagai wakil yang juga mengeluarkan dana kampanye jelas berfikir bagaimana uang yang dikeluarkan bisa kembali. Maka terjadi tindakan mencari kesalahan bupati atau mencari kelemahan untuk dilaporkan pada aparat penegak hukum.

Dalam negara  hukum melaporkan siapapun ke aparat penegak hukum adalah hak dan boleh boleh saja. Namun ketika seorang wakil bupati melaporkan Bupati kepada APH karena disinyalir melakukan tindak pidana  adalah sebuah keprihatinan.

Ketika wakil bupati sakit hati karena tidak diberi kewenangan hingga emosi adalah sebuah tindakan yang tidak etis, dan melanggar etika birokrasi. Karena sebagai birokrat seharusnya memiliki dedikasi dan loyalitas kepada pimpinannya. 

Dalam beberapa hal memang Bupati membatasi gerak langkah wakil Bupati karena tidak ingin ada matahari kembar. Bupati tidak ingin wakilnya lebih terkenal dan mendapat hati di masyarakat dari pada wakil bupati. 

Maka solusi yang tepat adalah, tetap berbagi peran, harus berbagi jenang, saling menghargai dan berkomitmen bersama untuk kerja sama sampai akhir masa jabatan. 

Perang terbuka antara wakil bupati dan Bupati pasti akan dimenangkan oleh Bupati, karena yang membawa stempel pemerintah daerah adalah Bupati, dan yang laku hanya tanda tangan Bupati.

Jabatan Wakil Bupati memang menjadi dilema dalam tata kelola birokrasi, maka saatnya dilakukan revisi terhadap UU ayangku mengatur tentang Wakil Bupati bersama dengan seluruh atribut, hak dan kewenangannya agar peran wakil Bupati semakin jelas dan bisa dirasakan manfaatnya. 

Sebuah catatan sederhana semoga bermanfaat. Wakil Bupati Adalah Pejabat Birokrasi, perannya tetap ditunggu oleh pendukung dan tim suksesnya. Sikap Kreatif, inovatif, dan semangat mengabdi harus terus membara dalam dirinya, demi kesejahteraan rakyat !! 

HM. Basori M.Si 

Direktur Sekolah Perubahan, Training, Research, and Advocasy

Komentar

    Belum ada komentar

Tinggalkan komentar